Bandar Lampung (terdidik.id) — Pemerintah bersama DPR RI resmi melegalkan kegiatan umroh mandiri melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang perubahan ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh. Kebijakan ini memungkinkan masyarakat berangkat umroh tanpa melalui biro perjalanan resmi, namun tetap di bawah pengawasan pemerintah.
Pasal 86 ayat 1 huruf b UU Nomor 14 Tahun 2025 menyebutkan bahwa umat Islam dapat melaksanakan ibadah umroh secara mandiri. Langkah ini menjadi dasar hukum bagi warga yang ingin berangkat langsung tanpa menggunakan jasa travel, sekaligus memberikan perlindungan hukum terhadap jemaah.
Namun, pelaku usaha travel mengingatkan agar pemerintah memperketat pengawasan untuk mencegah potensi kecurangan.
Pemilik biro travel dan umroh, Samie Sungkar, menilai kebijakan tersebut berpotensi disalahgunakan oleh pihak tidak bertanggung jawab yang mengorganisir jemaah tanpa izin resmi.
“Diharapkan jangan sampai ada perseorangan yang mengumpulkan jamaah untuk umroh mandiri, karena hal itu bisa membahayakan keselamatan jemaah,” ujarnya, Jumat, 31 Oktober 2025.
Samie menegaskan, legalisasi umroh mandiri tidak terlalu berpengaruh terhadap bisnis travel resmi. Sebab, kebanyakan calon jemaah tetap membutuhkan pendampingan dan layanan yang terjamin dari Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umroh (PPIU).
“Dampaknya tidak terlalu besar, karena jemaah biasanya tetap memerlukan pendampingan dari pihak travel resmi,” tambahnya.
Umroh Mandiri Tidak Boleh Menghimpun Jemaah
Menanggapi hal tersebut, Kabid Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) Kanwil Kemenag Lampung, Ansori F. Citra, menegaskan bahwa meski umroh mandiri legal, seseorang tidak boleh menghimpun orang lain untuk berangkat bersama tanpa izin resmi.
“Merekrut orang lain tidak boleh, kecuali untuk dirinya sendiri atau keluarganya. Jika sudah menghimpun jamaah, maka itu melanggar aturan,” jelasnya.
Ansori mengingatkan masyarakat agar berhati-hati terhadap ajakan umroh mandiri secara berkelompok karena hal itu termasuk aktivitas ilegal dan berisiko tinggi.
“Kalau bukan dari PPIU atau travel resmi, maka kegiatan tersebut dilarang,” tegasnya.
Menurut Ansori, praktik umroh mandiri sebenarnya sudah lama ada dan diperbolehkan oleh Pemerintah Arab Saudi. Namun, sebelumnya perjalanan itu tidak memiliki perlindungan dari negara.
“Pemerintah melakukan pembaruan UU ini untuk memberikan dasar hukum dan perlindungan bagi warga yang berangkat secara mandiri. Nantinya sistem umroh mandiri akan terintegrasi dengan sistem di Arab Saudi, sehingga pemerintah bisa memantau jumlah warga Indonesia yang berangkat,” katanya.
Dengan adanya regulasi baru ini, pemerintah diharapkan mampu menutup celah kecurangan serta memastikan seluruh jemaah — baik melalui travel maupun secara mandiri — mendapatkan jaminan keamanan dan perlindungan selama menjalankan ibadah di Tanah Suci.(**)
