Masih ingat dengan Setya Novanto? Munkin kita lebih akrab dengan sebutan Papa Setnov karena Mantan Ketua DPR RI itu juga pernah terlibat kasus meminta saham PT Freeport dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kala saat itu. Sehari sebelum peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-80 kemarin Politisi Partai Golkar itu bebas. Dia bebas usai mendapatkan remisi hari kemerdekaan yang bikin Novanto makin untung.
Untung Hasil Korupsi
Pada Selasa, 24 April 2018, pengadilan Negeri Jakarta Pusat resmi menyatakan Setya Novanto melakukan tindak pidan korupsi proyek pengadaan KTP elektronik hingga merugikan negara Rp2,3 triliun. Dari hasil putusan itu, mantan Ketua Umum Partai Golkar itu dikenai hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp500 juta. Hukuman yang terbilang ringan jika melihat dar kerugian yang ditimbulkan.
Apalagi pengadilan hanya mewajibkan Setnov membayar uang pengganti sebesar 7,3 juta US Dolar. Jika dirupiahkan dengan harga dolar pada 2018 (1 USD = Rp13.863), maka Setnov hanya perlu membayar uang pengganti sebesar Rp101,2 miliar. Itu pun masih dikurangi dengan Rp5 miliar yang sudah dititipkan kepada penyidik KPK sebagai bukti persidangan. Artinya kewajiban yang harus dibayar Setnov hanya Rp96,2 miliar. Masih jauh dari nilai kerugian yang ditanggung negara.
Langganan Diskon Masa Tahanan
Selain masih ‘untung’ dari hasil korupsi, Setnov juga rupanya cukup rutin menerima potongan masa tahanan alias remisi. Di tahun 2023 dan 2024 Novanto masuk ke dalam daftar penerima remisi lebaran, masing-masing 30 hari. Lalu ditambah dengan remisi Hari Ulang Tahun (HUT) ke-78 Republik Indonesia selama 90 hari. Sehingga pada 2 tahun tersebut Setnov dapat potongan masa tahanan 150 hari.
Kemudian secara diam-diam, Papa Setnov mengajukan Peninjauan Kembali (PK) vonis yang dia terima ke Mahkamah Agung (MA). Celakanya, pada Juni 2025 permohonan itu dikabulkan, dan MA mengurangi masa hukuman Setya Novanto mejadi 12 tahun 6 bulan.
Putusan itu sekaligus melanggengkan jalannya untuk menerima pembebasan bersyarat (PB). Sebab salah satu syarat menerima PB adalah seorang narapidana harus sudah menjalani 2 per 3 dari total masa tahanan. Sementara tahun ini adalah tahun ke-7 Setnov mendekam di penjara. Dan kita semua menyaksikan dia mulai menghirup udara bebas pada 16 Agustus 2025.
Hapus Remisi Koruptor
Pemanfaatan remisi untuk bebas lebih cepat sebenarnya bukan hanya terjadi pada Setnov. Selama ini remisi memang menjadi peluang bagi para koruptor untuk mengurangi masa tahanannya, ditambah dengan adanya kebijakan pembebasan bersyarat. Ratu Atut misalnya. Total, dia mendapatkan remisi 8 bulan 105 hari. Diskon masa tahanan itu juga Mantan Gubernur Banten itu bebas usai menerima pembebasan bersyarat dan bebas pada September 2022.
Jelas tak mungkin negara tidak tahu kenyataan itu. Dari 2 kasus itu saja seharusnya pemerintah bisa belajar. Remisi membuat para pejabat korup tak mendapatkan efek jera. Hal itu tentu jauh dari esensi dan tujuan hukum diterapkan. Selama remnisi masih diterima oleh koruptor maka keseriusan pemerintah dalam menangani kasus korupsi masih utopia. Sekedar jargon dan jualan politik untuk menarik simpati rakyat.
Lebih dari itu, barang kali remisi dan pembebasan bersyarat telah menjadi komoditas baru di kalangan penegak hukum dan pemegang kebijakan. Ini mungkin saja terjadi. Terlihat dari banyaknya berita tentang pemberian remisi kepada maling uang rakyat tiap tahun, padahal mereka sangat tidak layak mendapatkannya.(**)