Usulan Sembrono DPR Ingin Gerbong Khusus Merokok di Kereta

Laporan8 Dilihat

Jakarta (terdidik.id) — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali mengeluarkan usulan yang dianggap sembrono, yakni meminta PT Kereta Api Indonesia (PTKAI) menyediakan gerbong khusus bagi perokok. Usulan itu disampaikan Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat, Nasim Khan, dalam rapat dengar pendapat dengan Direktur Utama PT KAI, Bobby Rasyidin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 20 Agustus 2025.

Menanggapi hal itu, Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC), Manik Marganamahendra menyebut usulan itu sebagai ide paling sembrono dalam ruang kebijakan publik. Menurutnya, di tengah krisis kesehatan akibat rokok dan upaya panjang membangun transportasi publik yang sehat dan modern, wacana ini bukan hanya keliru, tetapi juga mengkhianati akal sehat, regulasi, serta komitmen pelayanan publik yang sudah terbukti berjalan.

“Usulan gerbong khusus merokok di kereta adalah kemunduran kebijakan. Merokok di ruang publik melanggar hak dasar atas udara bersih,” tehas Manik melalui siaran pers, Kamis, 21 Agustus 2025.

Di mengatakan, alih-alih memberi ruang untuk merokok, pemerintah seharusnya memperkuat layanan berhenti merokok dan melindungi transportasi publik sebagai kawasan tanpa rokok.

Sejak 2012, PT KAI sudah menetapkan seluruh rangkaian kereta sebagai Kawasan Tanpa Rokok (KTR), dengan sanksi tegas berupa penurunan penumpang bagi yang melanggar. Aturan ini sejalan dengan PP No. 28/2024 dan UU Kesehatan No. 17/2023, yang menyebut transportasi umum sebagai KTR.

Artinya, KAI justru menjadi pelopor transportasi sehat. Menghidupkan kembali gerbong khusus merokok adalah langkah mundur yang menghancurkan reputasi baik yang telah dibangun sejak era Bapak Ignasius Jonan, ketika reformasi KAI dijalankan dengan visi modernisasi, keselamatan, dan kenyamanan publik.

“Membiarkan rokok di ruang transportasi umum adalah bom waktu. Sejarah sudah membuktikan bahwa tragedi bisa terjadi hanya karena puntung rokok,” ujarnya.

Manik menegaskan, kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh konsumsi rokok di Indonesia sudah sangat nyata. Berdasarkan studi Soewarta Kosen, pada tahun 2015, kerugian ekonomi akibat rokok diperkirakan mencapai hampir Rp600 triliun, yang lebih dari empat kali lipat nilai cukai rokok yang diterima negara pada tahun yang sama.

“Oleh karena itu, menambah gerbong khusus untuk merokok di kereta hanya akan menambah beban negara, bukan memberikan keuntungan.” tegas Manik.

Senada dengan Manik, Advocacy Officer IYCTC, Daniel Beltsazar Jacob menekankan, setiap tahun, biaya yang harus ditanggung negara akibat rokok mencapai Triliunan Rupiah. Ditambah lagi, dari sisi lingkungan rokok adalah penyumbang emisi karbon sekaligus limbah puntung beracun yang mencemari tanah dan air.

Dari sisi keselamatan, asap bisa memicu kebakaran atau gangguan sistem ventilasi kereta. Tak hanya itu, dari sisi kesehatan ancaman thirdhand smoke tetap berbahaya bahkan setelah penumpang turun. Dan yang paling penting, ini mencederai hak anak, lansia, dan penumpang rentan atas transportasi yang aman dan nyaman.

“Dari sisi operasional, kalau gerbong rokok itu sampai diakomodir, justru akan menambah cost bagi KAI. Membersihkan residu asap dan puntung rokok di ruang tertutup bukan pekerjaan sederhana,” tambahnya.

Kursi, dinding, lantai, hingga sistem pendingin harus disterilisasi rutin. Biaya perawatan melonjak, umur peralatan jadi lebih pendek, dan KAI harus mengeluarkan anggaran tambahan hanya untuk melayani adiksi, bukan pelayanan publik.

“Ujungnya, beban ini bisa berujung ke penumpang lewat kenaikan tarif, atau ke negara lewat subsidi,” pungkasnya.(**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *