Workshop “Everyone a Changemaker” Dorong Kolaborasi Sosial dan Spiritual di Tengah Krisis Lampung

Humaniora16 Dilihat

Metro (terdidik.id) — Krisis lingkungan dan sosial di Lampung kian mendesak. Data menunjukkan, 68% sumber air warga di Kota Metro tercemar tinja akibat kebocoran tangki septik, sementara akses sanitasi aman di Provinsi Lampung baru mencapai 2,3%. Di sisi lain, sepanjang 2024 tercatat 120 kasus kekerasan terhadap perempuan dan 432 pengajuan dispensasi kawin. Kondisi ini menandakan rapuhnya fondasi sosial di tingkat keluarga dan komunitas.

Berangkat dari situasi tersebut, para penggerak lintas komunitas di Lampung memilih menyalakan harapan dengan gerakan kolaboratif. Mereka berkumpul untuk menumbuhkan semangat perubahan sosial berbasis nilai lokal, solidaritas lintas iman, dan spiritualitas.

Selama tiga hari, 31 Oktober hingga 2 November 2025, sebanyak 35 penggerak lintas generasi dan lintas iman mengikuti Workshop Penggerak Kawasan Gaharu Lampung bertema “Semua Orang Pembaharu, Semua Orang Bisa Menggerakkan Perubahan” di Pesantren Payungi, Kota Metro.

Kegiatan ini mempertemukan penggerak komunitas, pendidik, mahasiswa, influencer, jurnalis, serta perwakilan lembaga sosial dan keagamaan. Mereka belajar, berjejaring, dan merumuskan langkah kolektif menjawab tantangan sosial-lingkungan Lampung melalui pendekatan nilai lokal dan spiritualitas.

“Lampung sedang menghadapi banyak krisis, tapi juga punya banyak harapan. Lintas iman dan lintas generasi menjadi penting karena perubahan tidak bisa berdiri di atas satu kelompok saja,” ujar Iffah Rachmi, Inisiator YSC Indonesia yang juga bagian dari Tim Kawasan Gaharu Lampung.

“Lewat Gaharu, kami ingin menciptakan ruang aman untuk belajar bersama dan membangun ekosistem pembaharu dari keluarga, sekolah, hingga komunitas,” tambahnya.

Dari Keluarga ke Komunitas: Membangun Ekosistem Pembaharu

Workshop ini menjadi langkah awal pembentukan Tim Kawasan Gaharu Lampung (Gerakan Pembaharu) — kolaborasi antara WES Payungi, Jan Ayu Etknik, PGRI Lampung, YSC Indonesia, dan Dongeng Dakocan, difasilitasi oleh Ashoka Indonesia, organisasi global pionir kewirausahaan sosial sejak 1981.

Direktur Ashoka Indonesia, Nani Zulminarni, menegaskan bahwa perubahan sosial sejati berawal dari lingkaran terdekat manusia.

“Perubahan sejati dimulai dari rumah. Ketika keluarga menjadi ruang yang menumbuhkan empati, kolaborasi, dan keberanian bertindak, masyarakat pun tumbuh dengan kepemimpinan yang berakar kuat,” ujarnya.

Nani menjelaskan, Ashoka kini membangun ekosistem pembaharu (changemaker ecosystem) di empat kota dinamis Indonesia — Bandung, Pontianak, Surabaya, dan Lampung — sebagai simpul gerakan sosial baru di Asia Tenggara.

“Lampung memiliki energi luar biasa: solidaritas lintas iman, peran aktif perempuan, dan semangat komunitas yang kuat. Semua ini adalah bahan bakar bagi gerakan pembaharu yang berkelanjutan,” tambahnya.

Nilai Lokal sebagai Sumber Energi Gerakan

Pendiri Payungi, Dharma Setyawan, yang juga menjadi bagian dari tim Gaharu Lampung, menegaskan pentingnya gerakan perubahan yang tumbuh dari dalam masyarakat.

“Ekosistem perubahan tidak bisa dibentuk dari luar. Ia harus tumbuh dari dalam masyarakat dengan semangat gotong royong dan keberlanjutan,” kata Dharma.

Menurutnya, agen perubahan sejati adalah mereka yang menumbuhkan nilai kemanusiaan dalam kesejahteraan material, mental, hingga spiritual.

Workshop berlangsung dalam suasana akrab dan reflektif, diwarnai diskusi lintas iman, sesi berbagi pengalaman hidup, serta praktik kolaborasi antarkomunitas.(Rls)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *