Petani Lampung Desak Reforma Agraria, Pemprov Janji Bentuk Tim Penyelesaian Konflik

Humaniora, Laporan54 Dilihat

Bandar Lampung (terdidik.id) – Ratusan petani dari berbagai daerah di Lampung turun ke jalan memperingati Hari Tani Nasional, Rabu, 24 September 2025. Mereka menuntut pemerintah daerah serius menjalankan reforma agraria demi peningkatan kesejahteraan petani.

Ketua Gapoktan Muarah Putih, Lampung Selatan, Agus Triono, menyebut salah satu hambatan utama kesejahteraan petani adalah kepemilikan lahan yang sempit. Sebagian besar petani di Lampung hanya menggarap lahan kurang dari 0,5 hektare. Kondisi ini membuat hasil pertanian terbatas dan berimbas langsung pada pendapatan keluarga petani.

“Bahkan banyak petani yang sudah tidak punya lahan sama sekali, akhirnya hanya jadi buruh atau menyewa tanah. Padahal tanah di Lampung luas, tapi kebanyakan dikuasai pengusaha besar seperti perkebunan tebu di Lampung Tengah,” ungkap Agus saat aksi di depan Kantor Pemprov Lampung.

Menurutnya, bila lahan-lahan perkebunan besar dapat dialokasikan kepada petani, hal itu bukan hanya mengangkat kesejahteraan petani, tapi juga meningkatkan ekonomi daerah. Pertanian yang dikelola petani secara langsung bisa diarahkan sesuai kebutuhan daerah maupun industri swasta.

“Kalau lahannya diberikan ke petani, bukan berarti menanam semaunya. Tetap mengikuti arahan pemerintah atau swasta, misalnya tebu ya tebu, sawit ya sawit. Dengan begitu petani untung, daerah juga untung,” jelasnya.

Agus menambahkan, kesejahteraan petani penting untuk mendorong generasi muda agar mau terjun ke sektor pertanian. “Kalau petani sejahtera, anak muda tidak malu jadi petani. Ini penting supaya Lampung tidak kekurangan komoditas pertanian di masa depan,” katanya.

Pemerintah Provinsi Respon dengan Bentuk Tim Fasilitasi

Menanggapi tuntutan massa, Wakil Gubernur Lampung Jihan Nurlela berjanji akan membentuk Tim Fasilitasi Penyelesaian Konflik Agraria. Tim ini nantinya akan bertugas mengawal penyelesaian konflik dan memastikan keadilan agraria di Lampung.

“Setelah pertemuan ini, kami akan membentuk Tim Fasilitasi Penyelesaian Konflik Agraria di Provinsi Lampung,” ujar Jihan.

Menurutnya, langkah ini juga akan dikonsultasikan ke Kementerian Dalam Negeri agar sesuai dengan kewenangan daerah. Ia mencontohkan beberapa provinsi lain yang berhasil mengawal kebijakan reforma agraria, dan hal itu akan dijadikan rujukan oleh Pemprov Lampung.

“Insyaallah, kami akan mengkaji kebijakan penyelesaian konflik agraria yang berhasil di daerah lain, supaya bisa diimplementasikan di Lampung untuk mencapai keadilan agraria yang diharapkan masyarakat,” lanjutnya.

KPA Minta Tim Fokus pada Persoalan Struktural

Meski langkah pemerintah diapresiasi, Koordinator Wilayah Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Lampung, Suyatno, mengingatkan agar tim tersebut benar-benar bekerja pada akar persoalan. Menurutnya, selama ini penyelesaian konflik agraria masih setengah hati.

“Sudah ada Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA), tapi hanya fokus pada tanah-tanah yang tidak bermasalah. Mereka hanya sebatas bagi sertifikat, sementara konflik yang struktural justru dibiarkan,” ujarnya.

KPA menilai, tim baru harus menyentuh konflik agraria struktural yang selama ini menjadi sumber penderitaan petani. Suyatno juga menyoroti praktik birokrasi yang kerap melempar tanggung jawab antar instansi ketika petani mencari solusi.

“Petani sering dilempar-lempar, kalau konflik dengan kehutanan disuruh ke Dinas Kehutanan, kalau dengan perkebunan dilempar ke dinas lain. Dengan adanya tim ini, seluruh konflik di Lampung bisa dihimpun dan diselesaikan secara tuntas,” tegasnya.(**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *